Pembelajaran IPA
secara Holistik di Tingkat SD/MI
Pembelajaran IPA Secara Holistik adalah penulis mencoba
ber-ide, mencoba untuk keluar dari konteks pembeicaraan pada modul yang sudah
penulis baca yaitu tentang “Konstruktifisme dalam Pembelajaran IPA, Bekerja
Ilmiah dalam IPA, Pendekatan Pembelajaran Sains (IPA) Teknologi dan
Masyarakat/Lingkungan (STM). Dan penulis berkesimpulan bahwa intinya adalah
sama yaitu menjadikan siswa sebagai subyek pembelajaran, memberdayakan siswa,
membelajarkan siswa dan istilah kostruktif lainnya.
Pembelajaran yang bersifat menjadikan siswa sebagai subyek
pembelajaran membawa situasi kelas dipenuhi oleh kegiatan dimana siswa adalah
pelaku dari berbagai kegiatan baik eksperimen, demonstrasi, diskusi dan
sebagainya. Memberdayakan siswa maksudnya adalah guru bertugas menggali seluruh
potensi siswa tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, perbedaan tingkat IQ,
dan perbedaan yang lainnya. Membelajarkan siswa adalah suatu kegiatan yang
menempatkan siswa yang sedang belajar. Istilah konstruktif lainnya adalah CTL,
CBSA, Quantum Teaching, dan beberapa nama keren lainnya. Padahal esensinya sama
yaitu siswa adalah subyek pembelajaran.
Pembelajaran Holostik pada mata pelajaran IPA membawa guru
pada suatu kondisi pembelajaran yang bersifat konstruktif. Maka yang dapat
melakukan hal ini adalah guru yang berpandangan konstruktif. Siapa mereka ?
Mereka yang sadar bahwa siswa akan belajar optimal jika semuanya berawal dari
keinginan siswa untuk belajar. Sehingga kita akan mengkondisikan kelas
sedemikian rupa agar siswa mau belajar. Bukan karna paksaan. Apakah hal ini
mudah ? Tentu tidak karna kita berhadapan dengan puluhan kepala yang isi
kognitif, afektif, psikomotor dan datang dari latar belakang yang beragam. Kita
pasti sepakat bahwa mencari yang baik pasti sulit.
Pembelajaran IPA dengan pendekatan yang holistik
sesungguhnya adalah positif yaitu guru tidak akan pernah terbebani dengan jenis
dan batasan metode yang mesti dilakukan dan ditulis dalam RPP. Kita menyiapkan
bahan, media dan masuk ke kalas dan melakukan apersepsi. Lihat kondisi kelas
apakah sudah kondusif ? Kalau belum berikan motivasi dengan berbagai cara yang
kreatif apakah itu cerita, permainan, menyanyi, diskusi dan tanyakan masalahnya
apa. Disanalah gunanya pendekatan yaitu untuk mendekati siswa agar mau belajar.
Caranya ya terserah guru itu sendiri. Lalu pertanyaannya bagaimana dengan
alokasi waktu yang membatasi di RPP ? Abaikan dulu hal tersebut karna RPP itu
adalah rencana, dimana kalau tidak tercapai adalah hal biasa karna kadang situasi
kelas tidak sesuai dengan harapan.
Jika siswa sudah mau belajar lanjutkan dengan kegiatan yang
mengedepankan siswa sebagai subyek yaitu dengan memberikan tugas. Tugas yang
diberikan adalah yang bersifat konstruktif bukan memberi beberapa soal lalu
guru meninggalkan kelas. Pada IPA dapat diberikan berupa sekumpilan tugas yang
bersifat berkelanjutan seperti proyek. Langkahnya dari mereka merencanakan,
melaksanakan hingga melaporkan. Misalnya siswa kita belajarkan tentang
perkembangbiakan tumbuhan maka mereka akan merencanakan menyediakan bahan
seperti bibit dan alat alat pertanian. Pelaksanaan dapat dilakukan di kebun
sekolah. Setelah kegiatan selesai siswa ditugaskan untuk mengamati perkembangan
dari tanaman setelah ditanam dan hasil pengamatannya dilaporkan kepada guru.
Dengan model seperti itu kita tidak dapat mengatakan kita
melakukan pembelajaran dengan metode dan pendekatan tertentu akan tetapi
menyeluruh sehingga penulis istilahkan sebagai pendekatan holistik. Semua
materi pembelajaran IPA lainnya dapat mengadopsi pendekatan tersebut karna guru
tidak lagi berfikir tentang batasan metode apa yang akan mereka gunakan akan
tetapi mereka berfikir akan di apakan siswa kita. Guru dalam membelajarkan
siswa tidak perlu mengingat batasan pengertian suatu metode akan tetapi cukup
dengan mengingat bahwa siswa kita akan diapakan agar dapat belajar efektif.
Permasalahan sebenarnya adalah ada pada paham yang dianut
guru tersebut. Apabila guru tersebut tidak berfikiran terbuka, behavioristik
dan konservatif maka walaupun mereka mengenal istilah dan batasan berbagai
metode maka yang terjadi adalah situasi pembelajaran yang dipaksakan karna guru
dalam hal ini masih berkeingingan untuk dominan. Guru tidak berfikir apa yang
akan siswa dapatkan jika pembelajarannnya seperti ini akan tetapi mereka akan
berfikir bagaimana mengajar mereka agar mengerti. Sehingga jika siswa gagal
dalam evaluasi yang disalahkan adalah siswa. Jika guru berfikir seperti yang
pertama di atas maka guru akan berkata “Wah ada yang salah dengan saya”. Hal
itulah yang membedakan guru yang berpaham behavioristik dengan guru yang
menganut paham konstruktifistik.
Jalan keluar yang mungkin kita harus coba bersama untuk
mengatasi masalah tersebut adalah :
1. Berfikirlah
bahwa siswa adalah yang akan belajar.
2. Berfikirlah
bahwa siswa dapat belajar jika mereka mau belajar
3. Berfikirlah
bahwa siswa dapat belajar jika ada bahan yang akan dipelajari
4. Jika
gagal lakukan refleksi
5. Belajar
yang baik adalah bersama-sama karna akan saling isi mengisi
6. Berfikirlah
bahwa guru bukan untuk ditakuti akan tetapi disegani
7. Hindari
pemikiran guru selalu benar.
8. Jadikan
siswa menjadi teman bukan murid.
9. Berdirilah
disampingnya saat membimbing bukan berkacak pinggang di depannya.
10. Kalau
guru kesal dan marah berikan arahan dan posisikan diri sejajar dengan siswa
terlebih dahulu baru kemudian berikan pesan.
11. Kesimpulannya
adalah jadilah guru yang manusiawi
Dengan menerapkan metode holistik apakah kemudian menjadi
salah karna alasan tidak pernah ada dan didengar dalam konteks teori belajar
yang sudah di akui. Kalau kita semua berfikir bahwa segala sesuatu terus
berubah barangkali kita sepakat bahwa tidak ada salahnya kita memberi nama apa
yang sudah kita lakukan dengan sarat semua itu tidak keluar dari esensi dan prinsip
yang ada. Kita mungkin sudah pernah belajar tentang mata kuliah inovasi dan
inovasi pendidikan. Maka apakah ada salahnya kalau kita berinovasi ?
Bebagai pendekatan dan metode yang sudah kita kenal
sesungguhnya esensinya sama yaitu menjadikan siswa sebagai subyek pembelajaran.
Akan teapi implementasi di lapangan yang sulit. Walaupun kita mengatakan diri
sudah konstruktif akan tetapi sesungguhnya terkadang kita bertindak sebaliknya
yaitu behavioristik. Dalam pelaksanaan pembelajaran kita hendaknya bertindak
manusiawi.
Jika hal tersebut sudah dilaksanakan maka siswa akan
termotivasi untuk belajar karna mereka dalam keadaan bebas dari tekanan apapun
saat belajar. Hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya kemauan siswa untuk
belajar dan selanjutnya berakhir dengan hasil belajar yang memuaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar