Rabu, 18 April 2012

Degradasi Moral

A.    DEGRADASI MORAL
1.      Pengertian Degradasi dan Moral
Deg·ra·da·si /dégradasi/ n kemunduran, kemerosotan, penurunan,  (tentang mutu, moral, pangkat).[1]
Kata Moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Menurut  Kamus Besar bahasa Indonesia, moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima maupun mengenai perbuatan, sikap, kewajiban.
Immanuel Kant berpendapat, moralitas adalah hal keyakinan dan sikap bathin dan bukan hal sekedar penyesuain aturan dari luar, entah itu aturan hukum Negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, criteria mutu moral seseorang dalah hal kesetiaannya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedang hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untukk mengikuti apa yang dalam hati didasari sebagai kewajiban mutlak.
Menurut Robert J. Havighurst moral yang bersumber dari adanya suatu tata nilai yakni a value is an obyect estate or affair wich is desired (suatu obyek rohani atas suatu keadaan yang di inginkan). Maka kondisi atau potensi internal kejiwaan seseorang untuk dapat melakukan hal-hal yang baik, sesuai dengan nilai-nilai value yang diinginkan itu (Sholeh, 2005:104).[2]
Jadi dapat disimpulkan degradasi moral adalah penurunan tingkah laku manusia akibat tidak mengikuti hati nurani Karena kurangnya kesadaran diri terhadap kewajiban mutlak.








2.     Faktor penyebab Degradasi moral
Pertama kemajuan teknologi,
Dampak globalisasi teknologi memang dapat memberikan dampak positif tetapi tidak dapat di pungkiri lagi bahwa hal ini juga dapat berdampak negative bagi kerusakan moral. Perkembangan internet dan ponsel berteknologi tinggi terkadang dampaknya sangat berbahaya bila tidak di gunakan oleh orang yang tepat. Misalnya : Video porno yang semakin mudah di akses di ponsel dengan internet.
Hal yang patut kita acungi jempul terlihat dikalangan pakar-pakar internet yang peduli moral bangsa semakin canggih pula membuat mesin untuk membantu usahanya dalam pemblokiran situs –situs porno.
Kedua, memudarnya kualitas keimanan.
Sekuat apapun iman seseorang, terkadang mengalami naik turun. Ketika tingkat keimanan seseorang menurun, potensi kesalahan terbuka. Hal ini sangat berbahaya bagi moral, Jika dibiarkan tentu membuat kesalahan semakin kronis dan merusak citra individu dan institusi.
Ketiga pengaruh lingkungan.
Tidak semua guru itu punya sifat yang buruk dan sebaliknya. Terkadang seorang guru melakukan kesalahan karena ada pengaruh buruk dari linkungan sekitarnya. Kondisi lingkungan rumah dan pengaruh kurang baik dari guru lain dapat mendorong seorang guru untuk berbuat kesalahan.
Menjadi seorang guru seharusnya memang tidak hanya dipandang dari segi kualitas “intelektual” namun miskin iman. Tetapi moral yang baik itulah yang harus ditonjolkan.
Peran lembaga keagamaan bisa dimanfaatkan sebagai pengontrol. Adanya training keagamaan di sekolah juga dapat mendukung terciptanya peningkatan iman.
Sebagai manusia kita memang tidak bisa selamanya bersikap benar, adakalanya khilaf pun menghantui kita.Tetapi kita tak untuk pantas putus harapan. Harus berusaha dan berusaha untuk mu Indonesiaku. [3]
kaum remaja dalam mencari identitas diri mudah sekali terpengaruh.
"Tayangan televisi dan film kekerasan, penayangan media massa tentang tawuran dan demo yang tidak disensor atau menunjukkan kebrutalan, juga menjadi contoh bagi perilaku remaja kita,"
kurikulum pendidikan cara belajar siswa aktif yang membuat banyak remaja tidak mampu mengikutinya, sehingga menjadi frustasi dan mencari sensasi diri.

nilai-nilai kebenaran dan hakikat hidup terkait budi pekerti tidak lagi diajarkan secara aktif dan efektif.

hilangnya pola panutan atau idola bagi remaja. Remaja hanya mengidola pada penyanyi dan grup band, mereka kehilangan kepercayaan pada pemimpin, politisi, penegak hukum, tokoh, dosen, guru maupun orang tuanya sendiri.[4]

Keluarga, sekolah (perguruan tinggi), dan lingkungan

Keluarga adalah sebuah unit sosial terkecil, walau dikatakan sebagai unit sosial terkecil, namun unit ini memegang peran yang sangat vital dalam pembentukan karakter seorang mahasiswa. Sekolah/perguruan tinggi merupakan kawah candradimuka bagi setiap mahasiswa yang nantinya akan membuat mahasiswa mampu mengkontribusikan diri ke dalam kehidupan sosial diluar kampus yang lebih kompleks dibanding kehidupan perkuliahan itu sendiri. Lingkungan merupakan faktor lain yang senantiasa mengiringi kehidupan setiap manusia, di mana lingkungan dapat menciptakan manusia bermanfaat atau justru manusia sia-sia. Pembentukan karakter yang baik/buruk dalam keluarga, sekolah maupun lingkungan akan berimplikasi pada kehidupan moral seseorang. Maka sudah seharusnya setiap pranata sosial tersebut mampu mengembangkan konsep-konsep positif dalam ideologi mahasiswa yang nantinya akan diaktualisasikannya.

Gaya hidup
Gaya hidup sebagian besar mahasiswa yang kian hari kian jauh dari nilai-nilai agama dan sosial, kini menjerumuskan diri mereka ke dalam lubang sekulerisme, hedonisme, pragmatisme dan konsumerisme yang kemudian melahirkan sikap-sikap dan konsep-konsep hidup yang tak agamis dan sosialis lagi. Dimana implikasi ini menjadi salah satu tonggak makin maraknya kebobrokan moral mahasiswa.
longgarnya pegangan terhadap agama
kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumahtangga, sekolah maupun masyarakat.
dasarnya harus budaya materialistis, hedonistis dan sekularistis.
belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah.[5]
 

faktor pendukung degradasi moral anak bangsa
1. perceraian orang tua
2. pertikaian orang tua
3. ekspresi sebagai anak tiri/dianak tirikan
4. ekspresi ketidakpedulian orang tua kepada anak 
5. terlalu dimanjakan orang tua
6. selalu dilindungi/dibela oleh orang tua apapun tindakan si anak
 7. selalu mendapat dukungan dari keluarga/famili apapun tindakannya
8. masyarakat tidak peduli terhadap tingkah laku anak-anak contoh : anak bertingkah tidak hormat kepada orang lain dibiarkan
9. budaya masyarakat yang tidak mendidik contoh : pada saat ada pertunjukan di masyarakat (dalam acara hajatan)dengan tidak segan-segannya masyarakat (para orang tua)minum-minuman keras, bermain judi dll di depan anak-anak 
10. aparat penegak hukum tidak menindak setiap kejahatan, apalagi didesa/daerahnya sendiri
11. aparat penegak hukum bertindak jika mendapat laporan saja
12. perkembangan teknologi (HP, Media televisi, Internet, media massa dll)
13.contoh tingkah laku pejabat (anggota DPR, DPRD atau pemimpin) yangarogan dan perkelahian-perkelahian di antara mereka di tempat sidangmaupun di luar siding
14. tuntutan aktualisasi diri yang menyimpang===========
15. tidak adanya aturan yang jelas di sekolah
16. tidak dilaksanakannya aturan sekolah dengan konnsisten
17. tidak ada kepedulian guru untuk mendidik mental anak 
18. pengelola (kepala sekolah, guru, karyawan, komite sekolah) tidak memberikan tauladan baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. [6]
Dampak Degradasi Moral
 
1)     Meningkatnya kekerasan pada remaja
2)     Penggunaan kata-kata yang memburuk
3)     Pengaruh peer group (rekan kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan
4)     Meningkatnya penggunaan narkoba, alcohol dan seks bebas
5)     Kaburnya batasan moral baik-buruk
6)     Menurunnya etos kerja
7)     Rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru
8)     Rendahnya rasa tanggung jawab indvdu dan warga Negara
9)     Membudayanya ketidak jujuran
10)   Adanya saling curiga dan kebencian di antara sesame

Solusi
1. Maksimalkan dan optimalkan peran keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia di mana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Di dalam keluarga, manusia pertama-tama belajar memperhatikan keinginan orang lain, belajar bekerja sama, bantu membantu, hingga penanaman etika dan moral. Dengan kata lain pengalaman interaksi sosial di dalam keluarga, turut menentukan pula cara-cara tingkah laku seseorang terhadap orang lain.

2. Maksimalkan dan optimalkan peran perguruan tinggi


Sebagaimana kita ketahui bahwa perguruan tinggi adalah tempat bagi para mahasiswa untuk meningkatkan taraf intelegensinya. Namun demikan, seharusnya dalam hal ini sebuah perguruan tinggi tidak hanya berperan sebagi peningkat taraf intelegensi mahasiswa semata, melainkan sebagai tempat pengoptimalan dan pemaksimalan sikap-sikap dan kebiasaan yang wajar yang telah di bentuk ketika berada di taman kanak-kanak hingga sekolah menengah.

3. Maksimalkan dan optimalkan peran lingkungan

Pihak civitas akademika seharusnya bersinergi dalam upaya membentuk lingkungan perguruan tinggi yang positif bagi seluruh civitas akademika perguruan tinggi itu sendiri.

4. Maksimalkan dan optimalkan peran media

Media massa dalam hal ini seharusnya memberi asupan-asupan positif bagi mahasiswa, khususnya media yang menjadi konsumsi sehari-hari seperti televisi, surat kabar, dan semacamnya. Dan bagi mahasiswa itu sendiri seharusnya mampu cerdas dalam bermedia.

5. Pemanfaatan substansi teknologi secara tepat

Teknologi seharusnya diciptakan demi kemaslahatan umat dan bukan sebaliknya. Maka pemanfaatan substansi teknolgi pada cara yang tepat adalah penting demi tegaknya nilai-nilai positif terutama nilai-nilai agama dan moral dalam berkehidupan.

6. Pendidikan moral Pancasila sebagai pendidikan nilai


Pendidikan moral sebagai suatu istilah muncul secara resmi dalam Ketetapan MPR No IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam kalimat berikut:

Untuk mencapai cita-cita tersebut maka kurikulum di semua tingkat pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila dan unsur-unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa dan nilai-nilai 1945 kepada generasi muda.

Atas dasar ketetapan tersebut dalam melaksanakan GBHN dalam bidang pendidikan, maka dirasakan perlunya menanamkan Moral Pancasila. Seluruh program pengajaran untuk semua bidang pelajaran dan mata pelajaran direncanakan sedemikian rupa untuk mendukung tujuan pendidikan nasional. Pembinaan mental Pancasila tidak hanya dalam satu bidang melainkan dalam seluruh bidang pelajaran.

7. Revitalisasi gerakan mahasiswa (Syahrin: 2005)

a. Memeperjuangkan terlaksananya dehegemonisasi politik ke arah peningkatan ilmu dan teknologi, supermasi hukum, dan pemberdayaan masyarakat.

b. Menciptakan aliansi strategis mahasiswa dan akademisi dalam menciptakan Indonesia yang lebih baik dan maju di masa depan.

c. Mensosialisasikan pendidikan politik yang beretika melalui pendidikan formal, pelatihan, dialog, dan informasi.

d. Mewaspadai dan mengantisipasi fenomena delegitimasi gerakan mahasiswa melalui: konseptuliasasi gerakan, keniscayaan etika gerakan, memupuk kepekaan terhadap nilai-nilai kebenaran yang lebih hakiki.




6 komentar:

  1. makasih yaa :)
    ngebantu buat bahan materi yg lagi aku cari :)

    BalasHapus
  2. SAngat bgus dan memberi masukan aph yg tidak di ketahui tntng moralitas di masyarakat

    BalasHapus
  3. semoga solusi yg udah dituliskan bisa diwujudkan jg pastinya, amiin.

    Thanks infonya, buat tambahan referensi tulisan nih.

    BalasHapus
  4. Mungkin salah satu jawaban dari masala ini adalah Masyarakat Indonesia berpikir mereka semakin pandai, padahal mereka semakin bodoh

    http://magicteacher-id.blogspot.in/2016/06/indonesia-negara-yang-pintar-namun-bodoh.html

    Share untuk Indonesia yang lebih baik

    BalasHapus